Seno Gumira Ajidarma Menikmati Proses Mengkonkretkan Imajinasi

Kamis, 08 Desember 2016 - 00:30 WIB
Seno Gumira Ajidarma...
Seno Gumira Ajidarma Menikmati Proses Mengkonkretkan Imajinasi
A A A
BANDUNG - Masih ingat dengan novel Dunia Sukab karya maestro cerpen Indonesia, Seno Gumira Ajidarma? Buku kumpulan cerpen karya penulis berinisial SGA selama periode tahun 1985—2014 ini seolah menjadi bukti atas kesaksian Seno dalam berbagai peristiwa.

Seno mengemasnya dalam sebuah ingatan dan tutur yang indah, intim, dan melekat dengan kehidupan masyrakat pada umumnya. Imajinasinya menggebu, liar, namun dinarasikan dengan begitu sederhana, terpahami pembaca, dan seolah cerita fiksi itu adalah sebuah kejadian yang begitu nyata. SGA menyebut proses penciptaannya sebagai mengkonkretkan sesuatu yang imajinatif.

"Bicara soal imajiner, setiap orang bisa bebas berpikiran, bebas berekspresi, bebas menyatakan apa yang abstrak, mengkonkretkan apa yang imajiner. Kita bebas, dan itu senilai dengan sebuah proses," ungkapnya di sela-sela Diskusi Buku Dunia Sukab pada gelaran Pekan Literasi Kebangsaan 2016 di Gedung Indonesia Menggugat.

Misalkan saja, dalam salah satu cerpennya yang berjudul Jakarta 14 Februari 2039. Cerpen dengan latar peristiwa penjarahan yang terjadi di ibukota saat lengsernya Presiden Soeharto pada 1998 itu diungkapkan dengan miris oleh SGA. Fiksi bercampur faksi.

Kisah tersebut dikisahkan dari tiga sudut pandang, yaitu perempuan berusia 40 tahun sebagai hasil rudapaksa saat penjarahan dan kerusuhan terjadi pada tahun 1998, sang korban-ibu dari perempuan berusia 40 tahun- yang berusia 60 tahun pada tahun 2039, dan sang pelaku rudapaksa-ayah sang bayi perempuan- berusia 60 tahun pada tahun 2039. Ketiganya dikisahkan dalam setting situasi yang berbeda, hanya sama tanggal dan tahunnya, yaitu 14 Februari 2039.

Menarik dan menggetirkan dengan amanat yang mendalam. Ketiga tokoh mampu melewati berbagai lintasan waktu namun kenangan yang terjadi pada tahun 1998 sulit dilupakan.

Begitu banyak tokoh dia munculkan, begitu detil tokoh-tokoh tersebut dia gambarkan, untuk apa? Baginya, dalam sebuah cerita ada banyak tokoh adalah sebuah hal yang lumrah karena dalam kehidupan sebenarnya pun demikian.

"Hadirkanlah sebuah imajinasi yang komplit. Selayaknya sebuah dunia nyata, imajinasi pun, butuh untuk dirupakan jadi hal yang konkret," ujar pria yang juga merupakan wartawan ini.

Kesaksian SGA sebagai pengarang dan wartawan juga diungkapkan melalui serangkaian cerita mengenai Sukab. Tepatnya, dalam cerpen berjudul Dunia Sukab 1.

Pada bagian pertama, Dunia Sukab 1 dikisahkan tokoh bernama Sukab dengan berbagai latar 8 cerita pendek yang beragam. Ya, Sukab bisa menjelma menjadi siapa saja. Salah satunya adalah Khuldi. Tokoh Khuldi inilah yang kemudian menjadi kunci dari banyaknya tokoh lain.

Dalam diskusi yang berdurasi kurang lebih 2 jam ini, SGA pun membuat peserta diskusi yang kala itu kebanyakan merupakan mahasiswa dan penggiat literasi bertanya-tanya mengenai proses mengkonritkan sesuatu yang imajiner itu. Dengan tutur dan kelakar khas-nya SGA menjawab, bahwasannya semua proses dan inspirasi bisa didapatkan dari mana saja, kapan saja, dan dimana saja.

"Seperti batu yang kau lihat kaku itu, itu hanyalah batu keras yang tadinya tak bernilai. Tapi saat kamu ubah menjadi sebuah pijakan berbentuk unik dan jadi penghias tanaman, maka nilai batu ini katakanlah meningkat. Seperti itulah kira-kira mewujudkan imajiner dalam bentuk konkret," papar dia.

Sesuatu yang imajinatif, baginya, hanyalah butuh proses dan kemauan yang kuat untuk menjadikannya nyata dan berpihak pada kenyataan. Entah itu dibentukan dalam sebuah karya seni, cipta, atau bahkan rasa.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1187 seconds (0.1#10.140)